Halaman

Minggu, 30 Maret 2014

CERITA ABSURD DUNIA KAMPUS (Bagian 3)

Ceritanya besok pagi itu ada ujian Ekonomi Marko, dosen pengampunya  Bapak Khoirul Imam, kami biasa menyapanya Pak Imam. Namun blunder, malam ini saya lebih betah begadang menyaksikan laga Man United (the raid devils) VS Olympiakos ketimbang murajaah materi yang akan diujikan esok.

**Skip .. Karena begadang, tak pelak paginya saya pun masbuk masuk ujian (berhubung ini kelasnya Pak Imam maka istilahnya bukan telat), Pak Imam ini kelasnya disebut kelas syariah, kalau masbuk itu tidak langsung duduk di kursi tapi tepuk pundak Pak Imamnya dulu :D

Saya mendapat kursi paling depan, berhadapan pas dengan pengawas ujian. Entah kenapa budaya posisi duduk saat ujian, ibarat shof putri  berjamaah di Mesjid, yang belakang diisi lebih dulu :D

Waktu ujiannya 90 menit, udah kayak bola aja (2 kali 45 menit) , saat saya baru mengerjakan satu soal, eh udah injury time aja (maklum masbuk) , tambahan waktunya 4 menit. Kan bigung tuh, masih sisa 4 soal lagi, dan saya mengalami buntu total. Last but not least, saya punya siasat, dengan cara nge chat BBM ke Robin van Persie, biar doi datang untuk memecah kebuntuan ini ,hahaha :D

Terima Kasih, semoga bahagia dalam perjalanan saudara :)
Senin, 31 Maret 2014

Kamis, 20 Maret 2014

Pertumbuhan Penduduk, Masalah atau Anugerah ?

 Banyak yang beranggapan bahwa tingginya pertumbuhan penduduk dalam suatu negara akan menjadi masalah bagi negara itu sendiri. Asumsi seperti ini hanyalah trik dan pelemparan isu palsu yang dilancarkan oleh negara – negara maju terhadap negara berkembang, tujuannya agar negara berkembang terpuruk lalu jatuh miskin. Hal ini cukup beralasan, karena melimpahnya sumber daya manusia sebuah negara, akan berbuah anugerah yaitu hidup dan tumbuhnya perekonomian. Didalamnya ada yang bertindak sebagai produsen, konsumen dan pasar, saling berkesinambungan satu sama lain.  Dengan catatan pemerintah mampu mengelola masyarakatnya agar memiliki kompetensi untuk memanfaatkan sumber daya alam yang mereka miliki, sehingga tidak menjadi penonton di  rumah sendiri. 

Sejatinya pertumbuhan penduduk tidak dapat diklaim sebagai sebuah masalah suatu negara. Yang menjadi pokok permasalahannya kembali kepada negara itu sendiri. Berikut, empat masalah yang menjadikan isu pertumbuhan penduduk seakan – akan sebuah bencana bangsa :


1.       Negara tersebut terbelakang dalam sektor ekonomi dan pendidikan.
2.       Penyusutan sumber daya alam dan kerusakan alam.
3.       Penyebaran penduduk yang tidak merata.
4.       Rendahnya posisi dan status wanita.

                                                                                                                                             



 




Minggu, 16 Maret 2014

Yakinkah, Kampus Sebagai Pencetak Koruptor ?

Menurut Conny R. Semiawan (1998:33) perguruan tinggi  berfungsi untuk mempersiapkan peserta didik menjadi manusia yang memiliki perilaku, nilai dan norma sesuai sistem yang berlaku sehingga mewujudkan totalitas manusia yang utuh dan mandiri sesuai tata cara hidup bangsa.

Pernyataan diatas justru berbanding terbalik, jika kita menengok fenomena kasus korupsi di Indonesia hingga saat ini, mayoritas para koruptor yang menjadi pasien KPK adalah kaum intelektual, berpredikat Profesor maupun Doktor.  Artinya, ada sesuatu yang salah dari perguruan tinggi dalam proses pembentukan hingga meluluskan para akademisinya. Maka, timbullah pertanyaan, yakinkah Universitas sebagai pencetak koruptor ?

Ada beberapa alasan  yang ditengarai menjadi faktor Universitas sebagai institusi pencetak koruptor.

Pertama,  budaya uang pelicin, dalam hal ini sudah menjadi rahasia umum bahwa banyak Universitas yang menerima mahasiswa lewat jalur uang pelicin, tanpa pandang kualitas calon mahasiswa tersebut. Disini memang yang melakukan korupsi adalah calon mahasiswa baru , tapi secara langsung Universitas telah berperan dan menjadi fasilitator praktek menyogok tersebut, inilah benih awal koruptor yang kemudian akan tumbuh saat si mahasiswa terjun dalam dunia kerja,  jika upah yang ia dapatkan tidak sebanding dengan uang pelicin dan modal   yang di keluarkan selama berkuliah, maka timbulah hasrat untuk melakukan korupsi. Praktek ini mirip dengan para anggota lembaga legislatif yang korup, pada saat  berkampanye begitu jor-joran dana kampanye dan ber money politic, sehingga saat terpilih, orientasi etos kerja mereka hanya untuk kembali modal, hingga berujung pada tindakan korupsi.

Kedua, apabila Universitas menekankan biaya tinggi dalam pelaksanaan perkuliahan , namun tanpa disertai mutu pendidikan dalam arti yang sebenarnya, sangat mudah mendorong terhadap perilaku konsumstif dan hedonis.  Contoh perilaku ini misalnya, ditandai oleh persaingan duniawi, sehingga mendorong mahasiswa lebih bersikap menonjolkan materi daripada kualitas pribadi, dari situ akan melahirkan perbuatan ketidakjujuran juga berlebih - lebihan .

Ketiga,  ketika dosen mengajar mata kuliah, melenceng dari silabus dan metodologi pembelajarannya. Arah proses perkuliahan tidak sesuai dengan perjanjian awal, alhasil akan berdampak sistemik, mulai dari tumpang tindih dan menumpuknya tugas maupun ujian dengan mata kuliah lainnya, disini berpotensi menumbuhkan perilaku copy paste atau plagiat oleh mahasiswa, inilah salah satu kelakuan yang menjadi embrio korupsi.  Kemudian di dalamnya terjadi korupsi waktu, lantaran dosen akan mengurangi atau melebihkan jangka waktu kuliah untuk mengejar target silabus . Secara psikologi Mahasiswa akan terbiasa dengan situasi seperti ini dan bukan tidak mungkin mereka akan terinspirasi mengamalkannya kelak saat berprofesi .

Dari ketiga faktor tersebut, dapat kita tarik benang merahnya agar kampus tidak menjadi lembaga pendidikan penyetor  tikus- tikus berdasi tiap tahunnya dan mengembalikan hakikat dari tujuan Universitas itu sendiri. Karena dewasa ini universitas – universitas orientasinya hanya meningkatkan tingkat intelektual dan keterampilan saja. Belum sepenuhnya mampu menciptakan lulusan – lulusan yang memiliki kecerdasan intelektual, spiritual dan emosional yang sama baiknya, begitu juga mereka yang memiliki etika dan moral yang kuat. 

Sebab dalam kasus – kasus korupsi , sesungguhnya para pelakunya tak hanya mengkorupsi uang, tetapi lebih dari itu ia telah melakukan korupsi moral. Mengapa ? karena ia telah melakukan destruksi dan kontaminasi atas keluhuran nilai – nilai moral dan hati nurani yang diwariskan yang luhur budi. Menurut H. Zainal Arifin Thoha, S.Ag, korupsi moral ini jauh berbahaya ketimbang korupsi uang. Kata orang uang masih bisa dicari, tetapi kemana lagi kita harus mencari nilai – nilai moral dan hati nurati ? .

Dalam rangka mendukung pencapian tujuan tersebut, maka diperlukan sebuah lingkungan kampus yang benar-benar kondusif, dimana nilai-nilai religi mewarnai seluruh aspek kehidupan kampus, tak sekedar nama dan tagline nya saja yang berlabel agama. Sehingga terciptanya iklim spritual di dalamnya, hal ini harus menjadi urusan seluruh civitas akademika, bukan hanya urusan pribadi masing - masing . Kemudian Stakeholder universitas selayaknya bersih dari korupsi, kolusi, dan nepotisme. Keteladanan seorang dosen juga sangat diperlukan dalam menguatkan etika dan moral akademisi. Dosen tidak hanya memberi materi kuliah, namun menginspirasi dalam perangai dan pola hidup mereka .

CATATAN RUJUKAN :                                                                                              
H. Zainal Arifin Thoha, S.Ag (dkk) , Korupsi Dalam Perspektif Agama – Agama, LPPI UMY, Ykt .
*Tulisan saya yang ini juga bisa dibaca di Koran LPPM Nuansa UMY edisi Maret 2014